Al-Ustadz Muhammad bin 'Umar As-Sewed Hafidzahullah Ta'ala
Sungguh sangat fatal akibat yang ditimbulkan oleh kaum reaksioner khawarij akhir-akhir ini. Mereka menyebabkan gambaran Islam sangat menakutkan di mata manusia. Akhirnya islamophobia menjalar di masyarakat. Mereka menganggap kalau seseorang bersungguh-sungguh mempelajari syariat Islam akan menjadi manusia-manusia ekstrim yang menumpahkan darah manusia, meneror, membikin kerusuhan-kerusuhan serta pemberontakan-pemberontakan.
Gambaran ini tidak hanya ada di benak orang-orang kafir, bahkan sebagian kaum muslimin menganggap tidak perlu memperdalam Islam, karena dikhawatirkan akan mengakibatkan hal-hal di atas.
Sungguh para pengacau khawarij memikul dosa besar atas rusaknya gambaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah. Padahal sesungguhnya diutusnya Rasulullah صلى الله عليه وسلم membawa Islam ini adalah sebagai rahmat bagi seluruh alam. Dan tidaklah Kami mengutusmu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (al-Anbiya': 107).
Ibnu Abbas رضي الله عنه berkata tentang ayat ini: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka Allah tuliskan baginya rahmat di dunia dan akhirat. Adapun orang yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, maka mereka dengan datangnya Rasul selamat dari adzab di dunia, seperti ditenggelamkannya ke dalam bumi atau dihujani dengan batu.” (Tafsir Ibnu Katsir 3/222).
Yakni tidak diadzab dengan adzab yang merata seperti kaum 'Ad, Tsamud atau seperti kaum Nuh yang ditenggelamkan secara keseluruhan dan lain-lain. Oleh karena itu ketika malaikat gunung datang kepada Nabi, dalam keadaan Nabi terusir dari kaumnya, dilempari dengan batu di Thaif, kakinya berdarah, duduk di luar kota bersama sepi, bermunajat kepada Allah. Malaikat itu datang dan berkata: “Aku diutus Allah untuk mentaati perintahmu. Jika engkau menginginkan agar aku menimpakan gunung ini kepada mereka aku akan laksanakan.”
Maka Rasulullah bersabda: “Ya Allah, berilah hidayah pada mereka karena sesungguhnya mereka belum mengetahui.” (Lihat Shirah Ibnu Hisyam).
Inilah bukti kasih sayang beliau kepada seluruh manusia. Jika beliau diberi pilihan doa yang maqbul terhadap kaumnya apakah dilaknat dan diadzab ataukah diberi hidayah, tentu beliau berdoa agar Allah memberikan hidayah.
Pernah suatu hari beliau didatangi oleh Thufail Ad-Dausi. Dia berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kabilah Daus menentang dan menolak dakwah ini. Maka doakanlah agar Allah menghancurkan mereka.”
Maka Rasulullah pun menghadap kilblat mengangkat kedua tangannya. Para shahabat yang ada di situ berkata: “Binasalah Daus!” Ternyata Rasulullah mengucapkan doa:
اللَّهُمَّ اهْدِ دَوْسًا وَأْتِ بِهِمْ. × 3
Ya Allah, berilah hidayah pada suku Daus dan bawalah mereka kemari. (beliau mengucapkannya tiga kali).
Doa beliau ternyata maqbul. Suku Daus datang berbondong-bondong kepada Nabi untuk masuk Islam. (HR. Bukhari dan Muslim).
Demikian pula diriwayatkan dari Muslim dengan sanadnya kepada Abu Hurairah رضي الله عنه bahwa dia berkata:
قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ادْعُ عَلَى الْمُشْرِكِينَ
قَالَ إِنِّي لَمْ أُبْعَثْ لَعَّانًا وَإِنَّمَا بُعِثْتُ رَحْمَةً
Pernah dikatakan kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, doakanlah kejelekan bagi musyrikin.” Maka Rasulullah menjawab: “Aku tidak diutus sebagai tukang laknat, melainkan aku diutus sebagai rahmat.” (HR. Muslim).
Dalam riwayat lain Rasulullah bersabda:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّمَا أَنَا رَحْمَةٌ مُهْدَاةٌ
Wahai Manusia, hanya saja aku diutus sebagai rahmat yang diberikan. (HR. Darimi)
Maka dengan dasar inilah ahlus sunnah wal jama'ah berbeda dengan kaum reaksioner khawarij dalam menyikapi penguasa yang dhalim. Mereka tidak menghadapinya dengan kekerasan yang seringkali membawa kerusakan, pertumpahan darah dan kerugiankerugian yang lebih besar dari kedhaliman penguasa itu sendiri.
Ahlus sunnah wal jama'ah mengikuti jalan Rasulullah yaitu menasehati dan mendoakan agar para penguasa tersebut mendapatkan hidayah dan taufiq, bukan sebaliknya dengan melaknat atau mencaci-maki mereka dengan do'a-do'a kejelekan apalagi memberontak.
Berkata Ath-Thahawi : “Kami tidak berpendapat bolehnya memberontak kepada Imam dan pemerintah-pemerintah kami, walaupun mereka berbuat jahat. Kita tidak mendoakan kejelekan atas mereka dan tidak mencabut ketaatan terhadap mereka. Kami berpendapat taat kepada mereka merupakan ketaatan kepada Allah dan merupakan kewajiban selama mereka tidak memerintahkan pada kemaksiatan dan kita berdoa untuk mereka dengan kebaikan dan ampunan.” (Al-Aqidah At-Thahawiyah, hal. 47 – 48).
Di antara yang menambah jelas dasar mengapa Ahlus Sunnah sangat mementingkan perkara ini adalah apa yang diriwayatkan di dalam kitab As-Sunnah oleh Imam Al-Hasan bin Ali Al-Barbahari di mana beliau berkata: “Jika engkau melihat seseorang berdoa kejelekan atas penguasa, maka ketahuilah kalau dia adalah pengikut hawa nafsu. Dan jika engkau mendengar seseorang berdoa untuk penguasa dengan kebaikan maka ketahuilah bahwa dia adalah pengikut sunnah insya Allah".
Bahkan Fudhail bin Iyadl berkata: "Kalau saja aku memiliki satu doa (yang dikabulkan), niscaya aku tidak akan menjadikannya kecuali untuk penguasa". (Dikeluarkan oleh Abu Nu`aim dalam Al-Hilyah juz 8 hal. 91).
Dalam riwayat lain, beliau mengatakan: "Kalau aku berdoa untuk kebaikanku, maka tidak terkena pada orang lain. Namun, kalau aku mendoakan penguasa, maka penguasa akan baik dan akan baik pula dengan kebaikannya pula seluruh kaum muslimin".
Berkata Ibnu Abdil Barr : “Jika tidak memungkinkan untuk menasehati penguasa, maka bersabarlah dan berdoalah".
Berkata Abu Utsman As-Shabuni : "Dan mereka (Ahlus Sunnah, pent) berpendapat untuk berdoa bagi mereka dengan perbaikan, taufiq, kebaikan, dan adil terhadap rakyat. Dan mereka tidak berpendapat bolehnya memberontak kepada mereka dengan pedang, walaupun mereka melihat padanya ada penyimpangan-penyimpangan dari keadilan kepada kedhaliman, dan kecurangan". (Aqidatus Salaf Ashabul Hadits hal. 106).
Berkata Abul Hasan Al-Asy’ari : "Ahlus Sunnah berpendapat untuk berdoa kebaikan bagi para penguasa dan agar tidak memberontak kepada mereka dengan pedang dan tidak ikut berperang dalam fitnah". (I`tiqad Ahlus Sunnah wal Jamaah Ashabul Hadits, hal. 133).
Berkata Abu Bakar Al-Isma'ili : “Mereka (Ahlus Sunnah) berpendapat untuk mendoakan bagi mereka kebaikan dan agar cenderung kepada keadilan. Dan mereka tidak berpendapat untuk memberontak kepada mereka dengan pedang. Dan tidak pula untuk ikut berperang dalam fitnah. Mereka berpendapat untuk memerangi kelompok penentang bersama imam yang adil jika terdapat syarat-syarat yang demikian pada mereka". (I’tiqad A’imatu Ahlil Hadits hal. 75).
Dengan demikian, maka menjatuhkan kehormatan para penguasa, sibuk mencaci-maki mereka, menyebut aib-aib mereka merupakan kesalahan besar dan pelanggaran yang fatal yang dilarang oleh syariat yang suci dan pelakunya tercela. Dan perbuatan yang demikian merupakan bibit-bibit pemberontakan terhadap para penguasa yang merupakan sumber kerusakan agama dan dunia sekaligus. (lihat Mu’amatul Hukkam fi Dlauil Kitab was Sunnah hal. 173).
Berkata Al-Imam Abul Hasan Al-Asy`ari : “Mereka (Ahlus Sunnah, pent) sepakat (ijma’, pent) untuk menasehati kaum Muslimin, berloyal dengan jamaah (daulah, pent) mereka dengan saling berkasih-sayang di jalan Allah serta berdoa dengan kebaikan bagi para penguasa-penguasa kaum Muslimin dan berlepas diri dari orang-orang yang mencela seseorang dari shahabat-shahabat Rasulullah". (Risalah Ahlul Atsar, hal. 311).
Berkata Al-Marwazi: "Aku mendengar Abu Abdillah (Imam Ahmad, pent) disebutkan tentang khalifah al-Mutawakkil. Beliau berkata: “Sesungguhnya aku berdoa untuknya dengan kebaikan dan `afiyah.” (Dikeluarkan oleh Al-Khallal dalam As-Sunnah Q2/A dengan sanad yang shahih).
Berkata Abu Utsman Sa’id bin Ismail Al-Wa’idh Az-Zahid: “…maka nasehatilah penguasa, perbanyaklah untuknya doa dengan kebaikan dan petunjuk dengan perbuatan, amalan dan hikmah! Karena sesungguhnya mereka jika baik, maka akan baik pula para hamba Allah dengan kebaikannya. Dan hati-hatilah kamu dari berdoa dengan laknat atas mereka karena jika bertambah pada mereka kejelekan, bertambah pula bencana bagi kaum Muslimin. Maka berdoalah untuk mereka agar bertaubat dan meninggalkan kejelekan. Maka akan terangkatlah bencana dari kaum Mukminin.” (Lihat Al-Jami` li Syu'abil Iman oleh Al-Baihaqi juz `13 hal. 99).
Berkata Syaikh Muhammad bin Tsubayyil hafidhahullah: “Ahlus Sunnah wal jamaah memperingatkan agar jangan menjatuhkan kehormatan para penguasa dan merendahkan mereka atau mendoakan kejelekan bagi mereka, karena sesungguhnya perkara-perkara ini termasuk penyebab munculnya kedengkian dan hasad antara pemerintah dan rakyat. Dan juga menyebabkan munculnya fitnah dan pertikaian di dalam barisan umat.” (Al-Adillatus Syar`iyyah fi Bayani Haqqur Ra`i war Ra`iyyah hal. 25).
Diriwayatkan dari Hilal bin Abi Humaid, dia berkata: "Aku mendengar Abdullah bin Ukaim berkata: ”Aku tidak akan mendukung tertumpahnya darah khalifah setelah Utsman selama-lamanya”, kemudian dikatakan kepadanya: ”Wahai abu Ma’bad apakah engkau membantu tertumpahnya darah Utsman?” Ia menjawab: ”Sungguh aku waktu itu ikut menyebutkan kejelekan-kejelekan Utsman dan itu membantu tertumpahnya darah beliau”. (Atsar Shahih, dikeluarkan oleh Ibnu Sa’ad dalam At-Thabaqatul Kubra, juz VI, hal. 115).
Ucapan-ucapan ulama ahlus sunnah di atas seluruhnya membawa hikmah yang besar yaitu terwujudnya keamanan dan ketentraman dengan tetap tidak meninggalkan nasehat untuk para penguasa. Inilah rahmat Islam yang dibawa oleh Rasulullah dan dilanjutkan oleh para ulama ahlus sunnah sepanjang masa.
Sungguh sangat disayangkan gambaran Islam yang indah dan sejuk ini dikotori oleh perbuatan segelintir orang-orang bodoh yang hanya bermodal semangat tanpa ilmu.
URL Sumber: ittibausalafpress